PENGEMBANGAN
LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) PADA MATERI PERBANDINGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) BAGI SISWA SD KELAS VI SESUAI KURIKULUM
2013 DI SD NEGERI 1 KASIHAN
PROPOSAL
Diajukan
kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Disusun Oleh :
Shafiyya Salsabila
NIM: 15480055
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan
Nasional abad XXI bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat
bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan kedudukan yang terhormat
dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global, melalui pembentukan
masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu
pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk mewujudkan cita-cita
bangsanya (BSNP, 2010: 39).
Berbagai
upaya terus dilakukan untuk dapat mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut.
Salah satunya adalah pengembangan kurikulum yang pada tahun pelajaran 2013/2014
mulai diterapkan Kurikulum 2013 sebagai pengembangan dari Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia
Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang
beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi
pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia
(Permendikbud No. 68 Tahun 2013).
Salah satu
implikasi diterapkannya Kurikulum 2013 adalah setiap pendidik pada satuan
pendidikan berkewajiban menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) secara
lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan Kompetensi Dasar (KD)
atau subtema yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih
(Permendikbud No. 65 Tahun 2013).
Menurut
Permendikbud No.103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah, RPP mencakup: (1) identitas sekolah/madrasah, mata
pelajaran, dan kelas/semester; (2) alokasi waktu; (3) KI, KD, indikator
pencapaian kompetensi; (4) materi pembelajaran; (5) kegiatan pembelajaran; (6)
penilaian; dan (7) media/alat, bahan, dan sumber belajar. Dengan demikian, guru
diharapkan untuk mengembangkan bahan ajar sebagai salah satu sumber belajar.
Menurut
Abdul Majid (2012 : 173), bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan
untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Oleh karena
itu, diharapkan guru dapat mengembangkan dan menyusun bahan ajar sendiri
sebagai sumber belajar siswa. Salah satu bahan ajar yang dapat digunakan adalah
Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah panduan siswa
yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah.
LKS memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk
memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai
indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh (Trianto, 2009:222).
Beberapa alasan pentingnya pengembangan LKS
setelah peneliti melakukan wawancara dengan guru dan mengamati LKS yang banyak
digunakan siswa saat ini adalah; pertama, LKS yang sudah tersedia belum
memfasilitasi pengembangan sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan
keterampilan melalui kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan data,
mengasosiasi, dan menyimpulkan sesuai Kurikulum 2013. Hal ini kurang sejalan
dengan yang diamanatkan Permendikbud No. 103 Tahun 2014.
Berdasarkan Permendikbud No. 103 Tahun 2014
tentang Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran, proses pembelajaran haruslah terdiri
dari lima pengalaman belajar pokok yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasi. LKS yang akan disusun hendaknya
dapat mendukung peserta didik untuk belajar dengan memenuhi lima pengalaman
belajar pokok tersebut.
Kedua, LKS yang sudah tersedia belum
sesuai dengan karakteristik siswa baik itu lingkungan sosial, geografis, dan
budaya. Selain itu, karakteristik siswa yang meliputi tahapan perkembangan
siswa, kemampuan awal yang telah dikuasai, minat, dan latar belakang keluarga
juga belum diperhatikan. Perbedaan karakteristik siswa ini, akan mempengaruhi
perbedaan kebutuhan bahan ajar bagi siswa.
Ketiga, LKS yang
dikembangkan belum memenuhi kualifikasi baik. Hendro Darmodjo dan Jenry Kaligis
(1992: 41) menyampaikan bahwa LKS yang baik haruslah memenuhi berbagai
persyaratan misalnya syarat didaktik, syarat konstruksi dan syarat teknis.
Gambar 1. Cuplikan LKS
yang digunakan oleh siswa
Cuplikan isi LKS pada Gambar 1
diambil dari LKS matematika kelas VI yang digunakan di sekolah. Jika kita
amati, materi di atas disampaikan dengan sangat singkat, kalimat yang digunakan
tidak mengkonstruksi pemahaman siswa secara benar mengenai perbandingan.
Rumusan kalimat yang digunakan ada yang kurang komunikatif dan kurang
efektif. Hal ini tentunya belum memenuhi
syarat konstruksi dan syarat teknis sehingga dapat dikategorikan bahwa LKS yang
dikembangkan belum baik.
Melihat berbagai realitas di atas,
kiranya sangat perlu dikembangkan LKS yang mampu memenuhi semua kebutuhan.
Salah satu acuan yang dapat digunakan dalam pengembangan LKS adalah Dale’s
Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale). Dale (1946: 39) melakukan
klasifikasi pengalaman menurut tingkatan dari yang paling kongkrit ke yang
paling abstrak seperti yang tercantum dalam Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Dale’s
Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale)
Berdasarkan kerucut pengalaman Dale
di atas terlihat bahwa pembelajaran
yang
paling berpengaruh adalah pembuatan simulasi atau model pengalaman nyata dan
melakukan dengan benda nyata. Berdasarkan hal tersebut, dalam penyusunan bahan
ajar diharapkan mampu memberikan model pengalaman nyata untuk dapat memberikan
pengaruh secara maksimal. Berdasarkan hal inilah penulis tertarik untuk
mengembangkan bahan ajar berbentuk LKS yang mendasarkan pada kehidupan
realistik. Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan realistik dapat digunakan
sebagai salah satu alternatif dari sekian banyak pendekatan yang dilakukan.
Kuiper dan Knuver menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan
realistik, sekurang-kurangnya dapat membuat:
1.
Matematika lebih menarik, relevan, dan
bermakna, tidak terlalu formal dan
2.
tidak terlalu abstrak;
3.
Mempertimbangkan tingkat kemampuan
siswa;
4.
Menekankan belajar matematika pada “learning
by doing”;
5.
Memfasilitasi penyelesaian masalah
matematika dengan tanpa
6.
menggunakan penyelesaian algoritma yang
baku; dan
7.
Menggunakan konteks sebagai titik awal
pembelajaran matematika. (Erman Suherman, dkk., 2003: 143).
Pendidikan Matematika Realistik
(PMR) merupakan salah satu pendekatan
dalam
pembelajaran matematika. PMR dikembangkan oleh Hans Freudental sejak tahun 1971
di Belanda yang dikenal dengan Realistic Mathematics Education (RME).
PMR dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika
yang menggunakan situasi yang mengandung permasalahan realistik, yaitu
permasalahan yang dapat dibayangkan oleh siswa sebagai fondasi dalam membangun
konsep matematika (Ariyadi Wijaya, 2012: 21).
Konsep PMR dapat dikaitkan dengan
kenyataan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang realistik tidak
hanya berarti masalah yang konkret yang diamati oleh siswa tetapi juga
masalah-masalah yang mudah dibayangkan oleh siswa. Pembelajaran dengan PMR pada
dasarnya merupakan pemanfaatan realita (hal-hal nyata) dan lingkungan yang telah
dipahami untuk memperlancar pembelajaran matematika.
Berdasarkan uraian tersebut,
peneliti memandang perlu dikembangkannya
LKS yang disusun dengan menggunakan
pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Dalam hal ini, materi yang
dikembangkan difokuskan pada materi ”Perbandingan” karena LKS dengan
menggunakan pendekatan PMR yang bersesuaian dengan Kurikulum 2013 pada materi
tersebut belum dikembangkan di SD kelas VI. Dengan LKS yang dihasilkan dalam
penelitian ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran untuk siswa SD
kelas VI pada materi perbandingan. Pembelajaran dapat berlangsung lebih baik
dan tujuan yang telah ditetapkan dalam Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
dapat tercapai.
B.
Identifikasi
Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, dapat
diidentifikasikan masalah
sebagai
berikut.
1. Bahan
ajar berupa LKS yang digunakan saat ini belum sesuai dengan tuntutan kebutuhan
Kurikulum 2013, karakteristik siswa, dan belum memenuhi kualifikasi baik karena
tidak memenuhi syarat konstruksi dan syarat teknis.
C.
Pembatasan
Masalah
Karena
keterbatasan kemampuan penulis, waktu penelitian, dan biaya penelitian, maka penelitian
ini dibatasi pada pengembangan bahan ajar berupa LKS pada pembelajaran
matematika materi perbandingan menggunakan pendekatan PMR bagi siswa SD kelas
VI sesuai Kurikulum 2013 di SD Negeri 1 Kasihan.
D.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana
pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) pada materi perbandingan menggunakan
pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) bagi siswa SD kelas VI sesuai
Kurikulum 2013?
E.
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui
kualitas LKS pada materi perbandingan menggunakan pendekatan PMR bagi siswa SD
kelas VI sesuai Kurikulum 2013 ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan
keefektifan.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Pembelajaran
Matematika
Belajar
merupakan bagian penting dari kehidupan individu. Proses berkembangnya
pengetahuan yang terjadi pada seseorang sebagian besar terjadi karena proses
belajar. Banyak definisi belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Fontana
(Erman Suherman, dkk., 2003: 8) menyatakan bahwa belajar adalah proses
perubahan tingkah laku individu yang relative tetap. Perubahan tingkah laku
tersebut dapat diamati dan berlaku dalam waktu yang relatif lama. Perubahan
tingkah laku tersebut disertai dengan usaha individu sehingga dari yang
sebelumnya tidak mampu menjadi mampu.
Menurut
Benny A. Pribadi (2009: 6) belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang agar memiliki kompetensi berupa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan.
Belajar juga dapat dipandang sebagai sebuah proses elaborasi dalam upaya
pencarian makna yang dilakukan oleh individu. Proses belajar pada dasarnya
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan atau kompetensi personal. Dengan
demikian, belajar membuat seorang individu mengalami perubahan sikap,
pengetahuan, maupun keterampilan. Sementara menurut Heinich (Benny A. Pribadi, 2009:
6), belajar merupakan sebuah proses pengembangan pengetahuan baru,
keterampilan, dan sikap individu yang terjadi melalui sumber sumber belajar.
Berdasarkan
pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan sebuah
proses yang mengarah pada pengembangan sikap, pengetahuan baru, maupun
keterampilan melalui berbagai sumber belajar dan berlaku dalam waktu yang
relatif lama. Pembelajaran memiliki kaitan yang erat dengan belajar. Menurut Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran, pembelajaran merupakan suatu proses
pengembangan potensi dan pembangunan karakter setiap peserta didik sebagai
hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga dan
masyarakat. Proses tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam
sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan
dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi
pada kesejahteraan hidup umat manusia.
Pembelajaran dapat pula diartikan sebagai
suatu rekayasa sosiopsikologis untuk memelihara kegiatan belajar sehingga
individu dapat belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan dan
dapat hidup sebagai anggota masyarakat yang baik (Erman Suherman, dkk., 2003:
9).
Menurut Gagne (Benny A. Pribadi, 2009: 9)
pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang sengaja dilakukan dengan maksud
untuk memudahkan terjadinya proses
belajar. Berdasarkan definisi-definisi
pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu rekaya sosio-psikologis yaitu rancangan kegiatan yang
melibatkan kondisi sosial dan mental peserta didik yang memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang
semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, maupun keterampilan. Salah
satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah matematika. Rusffendi
(Erman Suherman, dkk., 2003: 18) menyatakan bahwa matematika terbentuk sebagai
hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.
Menurut Herman Hudojo (2005: 35) matematika tidak hanya berhubungan dengan
bilanganbilangan serta operasi-operasinya, melainkan juga unsur ruang sebagai sasarannya.
Begle
(Herman Hudojo, 2005: 36) menyatakan bahwa sasaran atau objek penelaahan
matematika adalah fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa matematika berhubungan dengan gagasan berstruktur yang
hubungan-hubungannya diatur secara logis. Berdasarkan pengertian-pengertian
matematika tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika adalah hasil pemikiran manusia
yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran yang berkaitan dengan fakta,
operasi, dan prinsip. Berdasarkan
pengertian belajar, pembelajaran, dan matematika, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika adalah suatu rekaya sosiopsikologis yaitu rancangan kegiatan yang
melibatkan kondisi sosial dan mental peserta didik yang memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan pemikiran mereka tentang ide, proses,
dan penalaran yang berkaitan dengan fakta, operasi, dan prinsip. Dalam lampiran
Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum SD dijelaskan bahwa mata
pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik mendapatkan beberapa hal
sebagai berikut.
a. Memahami
konsep matematika, merupakan kompetensi dalam menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan menggunakan konsep maupun algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. Termasuk dalam kecakapan ini
adalah melakukan algoritma atau prosedur, yaitu kompetensi yang ditunjukkan
saat bekerja dan menerapkan konsep-konsep matematika seperti melakukan operasi
hitung, melakukan operasi aljabar, melakukan manipulasi aljabar, dan
keterampilan melakukan pengukuran dan melukis/ menggambarkan /merepresentasikan
konsep keruangan.
b. Menggunakan
pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah, dan mampu membuat generalisasi
berdasarkan fenomena atau data yang ada.
c. Menggunakan
penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika baik dalam
penyederhanaan, maupun menganalisa komponen yang ada dalam pemecahan masalah dalam konteks matematika maupun di luar matematika
(kehidupan nyata, ilmu, dan teknologi) yang meliputi kemampuan memahami
masalah, membangun model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh termasuk dalam rangka memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari (dunia nyata).
d. Mengkomunikasikan
gagasan, penalaran serta mampu menyusun bukti matematika dengan menggunakan
kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah.
e. Memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin
tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah.
f. Memiliki
sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika dan
pembelajarannya, seperti taat azas, konsisten, menjunjung tinggi kesepakatan,
toleran, menghargai pendapat orang lain, santun, demokrasi, ulet, tangguh,
kreatif, menghargai kesemestaan (konteks, lingkungan), kerjasama, adil, jujur,
teliti, cermat, bersikap luwes dan terbuka, memiliki kemauan berbagi rasa dengan
orang lain.
g. Melakukan
kegiatan–kegiatan motorik yang menggunakan pengetahuan matematika.
h. Menggunakan
alat peraga sederhana maupun hasil teknologi untuk melakukan kegiatan-kegiatan
matematika. Kecakapan atau kemampuan-kemampuan tersebut saling terkait erat,
yang satu memperkuat sekaligus membutuhkan yang lain. Sekalipun tidak dikemukakan
secara eksplisit, kemampuan berkomunikasi muncul dan diperlukan di berbagai
kecakapan, misalnya untuk menjelaskan gagasan pada Pemahaman Konseptual,
menyajikan rumusan dan penyelesaian masalah, atau mengemukakan argumen pada
penalaran.
Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran matematika
tersebut proses
pembelajaran dirancang dengan berpusat pada siswa.
Hal ini untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi,
kemandirian, dan semangat belajar (Permendikbud No. 58 tahun 2014). Oleh karena
itu perlu diketahui karakteristik siswa SD.
Berdasarkan
teori perkembangan kognitif Piaget. Siswa SD kelas VI dapat dikategorikan
sebagai remaja. Menurut Piaget, mereka berada pada tahap operasi formal. Pada
tahap ini remaja mengalami transisi dari penggunaan operasi konkret ke
penerapan operasi formal dalam berpikir. Kemampuan berpikir abstrak dan murni
simbolis mungkin dilakukan dalam tahap operasi formal. Dalam teori perkembangan
kognitif Piaget masa remaja adalah tahap peralihan dari penggunaan operasi
konkret ke penerapan operasi formal dalam penalaran. Remaja mulai menyadari
keterbatasan pemikiran mereka. Mereka bergumul dengan konsep-konsep yang
dihilangkan dari pengalaman mereka sendiri (Slavin, 2008: 113).
2. Pengembangan
Bahan Ajar
a. Bahan
Ajar
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan
untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis
(Abdul Majid, 2012: 173). Lebih lanjut Abdul Majid (2012: 173) menyampaikan
bahwa bahan ajar paling tidak mencakup antara lain:
1) Petunjuk
belajar (petunjuk siswa/guru);
2) Kompetensi
yang akan dicapai;
3) Informasi
pendukung;
4) Latihan-latihan;
5) Petunjuk
kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK); dan
6) Evaluasi.
Menurut
Azhar Arsyad (2011: 87-90), ada enam elemen bahan ajar yang perlu diperhatikan
dalam penyusunan bahan ajar, yaitu:
1) Konsistensi
a) Konsisten
format dari halaman ke halaman.
b) Konsisten
dalam jarak spasi. Jarak antara judul dan baris disusun secara rapi.
2) Format
a) Wajah
kolom penulisan disesuaikan, membedakan antara paragraf yang panjang dan
paragraf pendek.
b) Isi
yang berbeda dipisah dan dilabel secara visual.
c) Taktik
dan strategi pembelajaran yang berbeda dipisahkan.
3) Organisasi
a) Upayakan
untuk selalu menginformasikan peserta didik tentang bab atau bagian-bagian
dalam teks.
b) Susun
suatu materi dengan rapih sehingga informasi mudah diperoleh.
c) Kotak-kotak
dapat digunakan untuk memisahkan teks.
4) Daya tarik
Perkenalkan setiap bab atau bagian dengan cara yang
berbeda dan menarik agar memotivasi peserta didik untuk belajar lebih lanjut.
5) Ukuran
huruf
Pilih ukuran huruf yang sesuai dengan peserta didik,
isi pesan, dan lingkungan. Ukuran huruf yang baik dalam buku teks adalah 12 point.
Hindari penggunaan huruf kapital dalam suatu teks karena akan mempersulit
pembacaan.
6) Ruang
(spasi) kosong
a) Gunakan
spasi kosong tak berisi teks atau gambar untuk menambah kontras. Hal ini
penting guna memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk beristirahat pada
titik tertentu. Ruang kosong dapat berupa ruang sekitar judul, batas tepi
(margin), spasi antar kolom, permulaan paragraf yang diindentasi, dan
penyesuaian spasi antarbaris atau antarparagraf.
b) Sesuaikan
spasi antarbaris untuk meningkatkan tampilan serta tingkat keterbacaan.
c) Tambahkan
spasi antarparagraf untuk meningkatkan keterbacaan.
Hal tersebut di atas perlu diperhatikan
guna menghasilkan bahan ajar yang baik sesuai dengan yang diharapkan. Lebih
lanjut Azhar Arsyad (2011: 91) menyampaikan bahwa bahan ajar haruslah menarik sehingga
dapat menarik perhatian siswa dalam belajar. Beberapa cara yang dapat digunakan
adalah dengan menggunakan variasi huruf, warna, dan kotak.
b. Lembar
Kegiatan Siswa
Lembar
Kegiatan Siswa (LKS) adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan
kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. Lembar Kegiatan Siswa dapat
berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk
pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau demonstrasi.
LKS memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk
memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai
indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh (Trianto, 2009: 222).
Tujuan penyusunan LKS menurut Depdiknas (2008: 36)
adalah sebagai berikut.
1) LKS
membantu peserta didik dalam menemukan suatu konsep.
Berdasarkan prinsip konstruktivisme pembelajaran,
peserta didik akan belajar dengan membangun pengetahuannya sendiri. LKS akan
memuat apa yang harus dilakukan peserta didik yaitu mengamati, mengorganisasi,
dan menganalisis.
2) LKS
membantu peserta didik menerapkan konsep yang telah Ditemukan
Setelah peserta didik menemukan konsep dari materi
yang dipelajari, peserta didik akan ditunjukkan contoh dalam penerapannya
melalui soal yang disediakan.
3) LKS
berfungsi sebagai penuntun belajar.
LKS merupakan bahan ajar yang digunakan sebagai
pendukung pembelajaran selain buku pokok. Dengan demikian, peserta didik disarankan
membaca buku lain agar dapat mengerjakan LKS dengan baik.
4) LKS
berfungsi sebagai penguatan.
Setelah peserta didik mempelajari suatu materi, LKS
juga dikemas dengan mengarah pada penerapan materi.
5) LKS
berfungsi sebagai petunjuk kegiatan penemuan.
LKS disusun dengan langkah kerja sehingga nantinya
peserta didik dapat menemukan sendiri konsep yang diharapkan dari suatu pembelajaran.
Dalam
menyiapkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS), dapat dilakukan beberapa
langkah–langkah sebagai berikut (Depdiknas, 2008: 23).
1) Analisis
kurikulum.
2) Menyusun
peta kebutuhan lembar kegiatan siswa (LKS).
3) Menentukan
judul lembar kegiatan siswa (LKS).
4) Penulisan
lembar kegiatan siswa (LKS).
Selanjutnya
dalam Depdiknas (2008: 23) dijelaskan langkahlangkah penulisan LKS adalah
sebagai berikut.
1) Perumusan
KD dari standar isi.
2) Menentukan
bentuk penilaian.
3) Penyusunan
materi.
4) Struktur
lembar kegiatan siswa (LKS).
Beberapa
hal yang menjadi bagian dari struktur LKS adalah sebagai berikut (Depdiknas
2008: 23-24).
1) Judul.
2) Petunjuk
belajar (petunjuk siswa).
3) Kompetensi
yang akan dicapai.
4) Informasi
pendukung.
5) Tugas-tugas
dan langkah-langkah kerja.
6) Penilaian.
c. Kualitas
Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa
Nieveen
(1999: 126-127) menyampaikan bahwa kualitas bahan ajar yang dikembangkan
haruslah memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif. Valid berarti shahih
atau sesuai dengan cara atau ketentuan yang seharusnya. Aspek kevalidan menurut
Nieveen merujuk pada dua hal, yaitu apakah bahan ajar tersebut dikembangkan
sesuai teoritiknya serta terdapat konsistensi internal pada setiap komponennya.
Aspek yang kedua adalah praktis. Praktis dapat diartikan bahwa bahan ajar
sesuai dengan praktik dan dapat memberikan kemudahan penggunaan. Aspek kepraktisan menurut Nieveen
juga merujuk pada dua hal, yaitu apakah praktisi atau ahli dapat menyatakan
bahwa bahan ajar yang dikembangkan dapat diterapkan dan apakah bahan ajar tersebut
benar-benar dapat diterapkan dilapangan. Efektif berarti membawa pengaruh atau
hasil sesuai dengan tujuan. Adapun aspek keefektifan juga dikaitkan dengan dua
hal, yaitu praktisi atau ahli menyatakan bahan ajar tersebut efektif
berdasarkan pengalaman menggunakan bahan ajar tersebut serta secara nyata bahan
ajar tersebut memberikan hasil yang sesuai dengan harapan.
3. Pendekatan
Pendidikan Matematika Realistik
Salah satu
pembelajaran matematika yang akhir-akhir ini sedang marak dibicarakan orang
adalah pembelajaran menggunakan pendekatan realistik. Freudental (Ariyadi
Wijaya, 2012: 20) menyatakan bahwa kebermaknaan konsep matematika merupakan
konsep utama dari Pendidikan Matematika Realistik. Proses belajar siswa hanya
akan terjadi jika pengetahuan yang dipelajari bermakna bagi siswa. Suatu pengetahuan
akan menjadi bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran dilaksanakan dalam
suatu konteks atau pembelajaran menggunakan permasalahan realistik. Suatu
masalah realistik tidak harus selalu berupa masalah yang ada di dunia nyata (real
world problem) dan bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Suatu
masalah disebut realistik jika masalah tersebut dapat dibayangkan (imaginable)
atau nyata dalam pikiran siswa.
Dalam
Pendidikan Matematika Realistik, permasalahan realistic digunakan sebagai fondasi
dalam membangun konsep matematika atau disebut juga sebagai sumber untuk
pembelajaran (Ariyadi Wijaya, 2012:21). Perhatian pada pengetahuan informal dan
pengetahuan awal yang dimiliki siswa menjadi hal yang sangat mendasar dalam
mengembangkan permasalahan yang realistik.
Gravemeijer (1994: 90-91) mengemukakan
tiga prinsip dalam PMR sebagai berikut:
a. Guided
reinvention and progressive mathematizing (penemuan terbimbing
dan proses matematisasi progresif)
Penemuan terbimbing dan proses matematisasi progresif
yakni sebuah ide dimana siswa diberikan kesempatan untuk mengalami proses yang
sama yakni proses penemuan matematika. Ketika siswa melakukan kegiatan belajar
matematika maka dalam dirinya terjadi proses matematisasi. Terdapat dua macam
proses matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.
Matematisasi horizontal dapat dimaknai sebagai proses penalaran dari dunia
nyata ke dalam simbol-simbol matematika. Sedangkan matematisasi vertical adalah
proses penalaran yang terjadi di dalam sistem matematika itu sendiri.
b. Didactical
phenomenology (Fenomena didaktis)
Fenomena didakis adalah situasi yang dipilih oleh
guru hingga dapat mengorganisasi objek-objek matematika, dimana situasi ini
akan membangun gagasan siswa. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana cara
siswa dapat menjelaskan cara berpikir dan menganalisis fenomena. Didactical
phenomenology, dapat dilihat sebagai sebuah desain pembelajaran heuristik
yaitu metode pengajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar dengan menemukan hal
secara mandiri dan belajar dari pengalaman mereka sendiri.
c. Self-developed
models (Pengembangan model matematika mandiri)
Model dalam PMR adalah aktivitas dari pemodelan.
Siswa memulai dari situasi pada masalah kontekstual dan mengembangkannya
sebagai acuan untuk mengatasi masalah dan menemukan cara untuk
menyelesaikannya.
Sementara menurut Erman Suherman,
dkk (2003: 147) terdapat lima prinsip utama
dalam “kurikulum” matematika realistik, yaitu:
a. Didominasi
oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan
sebagai terapan konsep matematika;
b. Perhatian
diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema, dan simbol-simbol;
c. Sumbangan
dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif
dan produktif, artinya siswa memproduksi sendiri dan mengkonstruksi sendiri
(yang mungkin berupa algoritma, rule, atau aturan}, sehingga dapat membimbing
para siswa dari level matematika informal menuju matematika formal;
d. Interaktif
sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika; dan
e. “Interwining”
(membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan atau antar “strand”.
Menurut
Sutarto Hadi (2005: 38), siswa diakui dapat mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman matematika apabila diberikan kesempatan serta ruang yang cukup untuk
mengembangkan pengetahuannya dalam pembelajaran matematika. Siswa dapat
merekonstruksi kembali temuantemuan dalam bidang matematika melalui kegiatan
dan eksplorasi berbagai permasalahan, baik permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari, maupun permasalahan di dalam matematika sendiri. Berkenaan dengan
hal tersebut dalam pembelajaran menggunakan pendekatan matematika realistik
siswa diharapkan dapat menemukan
konsep-konsep
matematika dengan caranya sendiri. Proses penemuan konsep matematika tersebut
melalui proses matematisasi, yaitu siswa menggunakan konteks atau situasi nyata
dan kemudian siswa mampu mengembangkan pemahamannya ke tingkat yang lebih
tinggi.
4. Tinjauan
Kurikulum 2013
Kurikulum
sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat 19 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan Kurikulum 2013
merupakan langkah lanjutan pngembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah
dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan,
dan keterampilan secara terpadu.
Menurut
Permendikbud nomor 103 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran
dinyatakan bahwa pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:
a. Mengamati;
b. Menanya;
c. Mengumpulkan
informasi;
d. Mengasosiasi;
dan
e. Mengkomunikasikan.
Kelima pengalaman belajar pokok tersebut dapat
dirinci dalam berbagai kegiatan belajar sebagai berikut.
a. Mengamati
Kegiatan belajar yang dilakukan adalah membaca,
mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang
dikembangkana adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.
b. Menanya
Kegiatan belajar yang dilakukan adalah mengajukan
pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan
untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari
pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Dalam
kegiatan ini kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan kreativitas,
rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis
yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
c. Mengumpulkan
informasi
Kegiatan belajar yang dilakukan saat mengumpulkan
informasi adalah melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati
objek/kejadian/aktivitas, dan wawancara dengan narasumber. Dalam kegiatan
belajar ini kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap teliti,
jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan
kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,
mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
d. Mengasosiasi
Kegiatan belajar yang dilakukan adalah mengolah
informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperien
maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi.
Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan
kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai
sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan.
Kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan ini
adalah sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan
menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan
.
e. Mengkomunikasikan
Pada kegiatan belajar yang terakhir ini siswa
menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara
lisan, tertulis, atau media lainnya. Pada kegiatan ini kompetensi yang diharapkan
didapat oleh siswa yaitu sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir
sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan
kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
5. LKS dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Standar
bahan ajar matematika realistik seperti yang tertera dalam makalah yang
disajikan pada Quality Assurance Conference di Yogyakarta tahun 2009
yaitu:
a.
Bahan ajar menggunakan
permasalahan realistik untuk memotivasi siswa dan membantu siswa dalam memahami
konsep matematika.
b. Bahan ajar mengaitkan berbagai konsep matematika untuk member kesempatan
bagi siswa belajar matematika secara utuh, yaitu menyadari bahwa konsep-konsep
dalam matematika saling berkaitan.
c.
Bahan ajar memuat materi
pengayaan dan remidi untuk mengakomodasi perbedaan cara berpikir siswa.
d. Bahan ajar memuat petunjuk tentang kegiatan yang memotivasi siswa menjadi
lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan strategi.
e.
Bahan ajar memuat petunjuk
tentang aktivitas yang mengembangkan interaksi dan kerja sama antar siswa.
LKS yang akan
dikembangkan dalam penelitian ini disusun dengan memperhatikan standar
pengembangan dan standar mutu bahan ajar PMR. Butir-butir standar mutu bahan
ajar PMR disajikan dalam komponen kelayakan isi yaitu pada aspek kesesuaian
dengan pendekatan PMR.
B.
Penelitian
yang Relevan
Penelitian mengenai pengembangan bahan ajar yang
relevan dengan penelitian adalah.
1. Penelitian
yang dilakukan oleh Nur Hera Utami (2012). Penelitan dengan judul “Pengembangan
Bahan Ajar Matematika Pada Topik Aljabar Dengan Pendekatan PMRI untuk Siswa
Kelas VI SD” ini menunjukkan hasil bahwa bahan ajar yang dikembangkan memenuhi kualifikasi
baik sesuai ahli materi, ahli media, dan guru matematika.
2. Penelitian
yang dilakukan oleh Siti Kuryati (2012). Penelitian dengan judul “Pengembangan
Bahan Ajar Pada Materi Logika Matematika Dengan Pendekatan PMRI Untuk Siswa
Kelas X SMA RSBI” ini berdasarkan pengujian kelayakan bahan ajar oleh ahli
materi dan ahli media, diperoleh kesimpulan bahwa bahan ajar yang dikembangkan memenuhi
kriteria layak. Sementara dari respon siswa mendapatkan skor 3,66 sehingga
bahan ajar yang dikembangkan dapat dikategorikan baik.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian pengembangan. Produk yang dihasilkan dari penelitian
ini berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS) materi perbandingan dengan menggunakan
pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) bagi siswa SD kelas VI sesuai
Kurikulum 2013.
B. Rancangan Penelitian dan
Pengembangan
Desain pengembangan yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah ADDIE. Endang Mulyatiningsih (2012: 183)
menggambarkan tahapan desain pengembangan ADDIE sebagai berikut.
Berikut penjelasan dari tahap
pengembangan ADDIE yang akan peneliti lakukan.
1. Analysis
(Analisis)
Tahap analysis
merupakan tahap dimana peneliti menganalisis perlunya pengembangan bahan
ajar dan menganalisis kelayakan dan syarat-syarat pengembangan. Tahapan
analisis yang dilakukan penulis mencakup tiga hal yaitu analisis kebutuhan,
analisis kurikulum, dan analisis karakter peserta didik. Secara garis besar
tahapan analisis yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut:
a. Analisis
Kebutuhan
Analisis kebutuhan dilakukan dengan terlebih dahulu
menganalisis keadaan bahan ajar sebagai informasi utama dalam pembelajaran
serta ketersediaan bahan ajar yang mendukung terlaksananya suatu pembelajaran.
Pada tahap ini akan ditentukan bahan ajar yang perlu dikembangkan untuk
membantu peserta didik belajar.
b. Analisis
Kurikulum
Pada analisis kurikulum dilakukan dengan
memperhatikan karakteristik kurikulum yang sedang digunakan dalam suatu
sekolah. Hal ini dilakukan agar pengembangan yang dilakukan dapat sesuai tuntutan
kurikulum yang berlaku. Kemudian peneliti mengkaji KD untuk merumuskan
indikator-indikator pencapaian pembelajaran.
c. Analisis
Karakter Peserta Didik
Analisis ini dilakukan untuk melihat sikap peserta
didik terhadap pembelajaran matematika. Hal ini dilakukan agar pengembangan
yang dilakukan sesuai dengan karakter peserta didik.
2. Design
(Perancangan)
Tahap
kedua dari model ADDIE adalah tahap design atau perancangan. Pada tahap
ini mulai dirancang LKS yang akan dikembangkan sesuai hasil analisis yang
dilakukan sebelumnya. Selanjutnya, tahap perancangan dilakukan dengan
menentukan unsurunsur yang diperlukan dalam LKS seperti penyusunan peta
kebutuhan LKS dan kerangka LKS. Peneliti juga mengumpulkan referensi yang akan digunakan
dalam mengembangkan materi dalam bahan ajar LKS.
Pada
tahap ini, peneliti juga menyusun instrumen yang akan digunakan untuk menilai
LKS yang dikembangkan. Instrumen disusun dengan memperhatikan aspek penilaian
LKS yaitu aspek kelayakan isi, kelayakan bahasa, kelayakan penyajian, kelayakan
kegrafikaan, dan kesesuaian dengan pendekatan yang digunakan. Instrumen yang
disusun berupa lembar penilaian LKS dan angket respon. Selanjutnya instrumen
yang sudah disusun akan divalidasi untuk mendapatkan instrumen penilaian yang
valid.
3. Development
(Pengembangan)
Tahap
pengembangan merupakan tahap realisasi produk. Pada tahap ini pengembangan LKS
dilakukan sesuai dengan rancangan. Setelah itu, LKS tersebut akan divalidasi
oleh dosen ahli dan guru. Pada proses validasi, validator menggunakan instrumen
yang sudah disusun pada tahap sebelumnya.
Validasi dilakukan untuk menilai
validitas isi dan konstruk. Validator diminta memberikan penilaian terhadap LKS
yang dikembangkan berdasarkan butir aspek kelayakan LKS serta memberikan saran
dan komentar berkaitan dengan isi LKS yang nantinya akan digunakan sebagai patokan
revisi perbaikan dan penyempurnaan LKS. Validasi dilakukan hingga pada akhirnya
LKS dinyatakan layak untuk diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Pada
tahap ini, peneliti juga melakukan analisis data terhadap hasil penilaian LKS
yang didapatkan dari validator. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai
kevalidan LKS.
4. Implementation
(Implementasi)
Tahap
keempat adalah implementasi. Implementasi dilakukan secara terbatas pada
sekolah yang ditunjuk sebagai tempat penelitian. Guru kelas melakukan
pembelajaran dengan bantuan LKS yang sudah dikembangkan. Peneliti bertugas
sebagai observer dan mencatat segala sesuatu pada lembar observasi yang dapat
digunakan sebagai perbaikan LKS. Setelah proses pembelajaran selesai, peserta
didik melakukan tes dengan menggunakan soal yang sudah disediakan. Soal
tersebut telah disusun berdasarkan indikator ketercapaian kompetensi untuk
melihat tingkat keefektifan penggunaan LKS yang dikembangkan.
Pada
tahap ini, peneliti juga melakukan penyebaran angket respon kepada guru dan
peserta didik yang berisi butir-butir pernyataan tentang penggunaan LKS dalam
pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data terkait dengan nilai
kepraktisan penggunaan LKS. Selain itu, guru dan peserta didik juga diminta
memberi komentar sebagai acuan revisi yang kedua sesuai tanggapan guru dan
peserta didik. Setelah dilakukan penyebaran angket dan melakukan tes belajar
siswa, peneliti melakukan analisis data. Analisis yang pertama adalah analisis berdasarkan
hasil angket respon.
Analisis
ini dilakukan untuk mengetahui nilai kepraktisan LKS yang dikembangkan. Selain
nilai kepraktisan, pada tahap ini juga dilakukan penilaian terhadap keefektifan
LKS. Data keefektifan didapat dari nilai tes hasil belajar peserta didik yaitu
dengan menghitung persentase ketuntasan klasikal berdasarkan KKM sekolah.
5. Evaluation
(Evaluasi)
Pada
tahap ini, peneliti melakukan revisi terakhir terhadap LKS yang dikembangkan
berdasarkan masukan yang didapat dari angket respon atau catatan lapangan pada
lembar observasi. Hal ini bertujuan agar LKS yang dikembangkan benar-benar
sesuai dan dapat digunakan oleh sekolah yang lebih luas lagi.
C.
Subjek
dan Objek Penelitian
Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas VI SD Negeri 1 Kasihan, Bantul. Sedangkan objek
dalam penelitian ini adalah LKS materi 52 perbandingan dengan menggunakan
pendekatan Pendidikan Matematika Realistik untuk siswa SD kelas VI.
D. Jenis Data
Dalam
penelitian ini terdapat empat jenis data yang akan diperoleh oleh peneliti, yaitu sebagai berikut.
1.
Data proses pengembangan LKS. Data
proses merupakan data deskriptif yang
meliputi semua data sesuai dengan model pengembangan ADDIE (Analysis,
Design, Development, Implementation, dan Evaluation).
2.
Data kevalidan LKS. Data kevalidan
didapatkan dari hasil penilaian validator.
Data kevalidan yang ditinjau dari aspek kelayakan isi, bahasa, penyajian, kegrafikaan, dan
pendekatan.
3.
Data kepraktisan LKS. Data tersebut
diperoleh melalui angket respon guru dan
peserta didik.
4.
Data keefektifan LKS. Data tersebut
didapatkan dari nilai tes hasil belajar peserta
didik yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran. LKS dinilai efektif jika persentase ketuntasan
klasikal peserta didik memenuhi klasifikasi
minimal baik berdasarkan tabel kriteria kecakapan akademik.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Majid. (2012). Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Ariyadi
Wijaya. (2012). Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif
Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Azhar
Arsyad. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Benny
A. Pribadi. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PT. Dian
Rakyat.
Dale, E. (1946). Audio-Visual
Methods in Teaching. NY: Dryden Press.
Depdiknas.
(2008). Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran dan Standar
Sarana dan Prasarana. Jakarta: BP.
Mitra Usaha Indonesia.
Endang
Mulyatiningsih. (2012). Riset Terapan Bidang Pendidikan dan Teknik.
Yogyakarta: UNY Press.
Erman
Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung:
JICA – Universitas Pendidikan (UPI).
Freudental, H.
(1991). Revisiting Mathematics Education. Netherlands: Kluwer
Academic Publishers.
Gravemeijer,
K.P.E. (1994). Developing Realistic Mathematics Education.
Utrecht: CD β Press.
Hendro Darmodjo
& Jenry Kaligis (1992). Pendidikan IPA 2. Jakarta: Depdikbud.
Herman Hudojo.
(2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
Matematika. Malang: UM
Press.
Nieveen, N.
(1999). Prototyping to Reach Product Quality. London: Kluwer
Academic Publisher.
Nur Hera Utami.
(2012). Pengembangan Bahan Ajar Matematika Pada Topik
Aljabar Dengan Pendekatan Pmri Untuk
Siswa Kelas VII SMP/MTs.
Yogyakarta: Skripsi Jurusan
Pendidikan Matematika FMIPA UNY.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 58
Tahun 2014 Tentang Kurikulum SMP.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103
Tahun 2014 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pembelajaran.
Slavin, R.E.
(2008). Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktek Edisi Kedelapan.
Penerjemah:
Marianto Samosir. Jakarta : Indeks.
Siti Kuryati.
(2012). Pengembangan Bahan Ajar Pada Materi Logika Matematika
Dengan Pendekatan PMRI Untuk Siswa
Kelas X SMA RSBI. Yogyakarta:
Skripsi Jurusan Pendidikan
Matematika FMIPA UNY.
Sutarto Hadi.
(2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya.
Banjarmasin: Tulip.
Trianto. (2009).
Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Prenada
Media Group.