Rabu, 08 November 2017

PROPOSAL R & D

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) PADA MATERI PERBANDINGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) BAGI SISWA SD KELAS VI SESUAI KURIKULUM 2013 DI SD NEGERI 1 KASIHAN     


PROPOSAL

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Disusun Oleh  :
Shafiyya Salsabila
NIM: 15480055


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

YOGYAKARTA
2017



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
     Pendidikan Nasional abad XXI bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global, melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk mewujudkan cita-cita bangsanya (BSNP, 2010: 39).
     Berbagai upaya terus dilakukan untuk dapat mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut. Salah satunya adalah pengembangan kurikulum yang pada tahun pelajaran 2013/2014 mulai diterapkan Kurikulum 2013 sebagai pengembangan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Permendikbud No. 68 Tahun 2013).
     Salah satu implikasi diterapkannya Kurikulum 2013 adalah setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan Kompetensi Dasar (KD) atau subtema yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih (Permendikbud No. 65 Tahun 2013).
     Menurut Permendikbud No.103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, RPP mencakup: (1) identitas sekolah/madrasah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2) alokasi waktu; (3) KI, KD, indikator pencapaian kompetensi; (4) materi pembelajaran; (5) kegiatan pembelajaran; (6) penilaian; dan (7) media/alat, bahan, dan sumber belajar. Dengan demikian, guru diharapkan untuk mengembangkan bahan ajar sebagai salah satu sumber belajar.
     Menurut Abdul Majid (2012 : 173), bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, diharapkan guru dapat mengembangkan dan menyusun bahan ajar sendiri sebagai sumber belajar siswa. Salah satu bahan ajar yang dapat digunakan adalah Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. LKS memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh (Trianto, 2009:222).
     Beberapa alasan pentingnya pengembangan LKS setelah peneliti melakukan wawancara dengan guru dan mengamati LKS yang banyak digunakan siswa saat ini adalah; pertama, LKS yang sudah tersedia belum memfasilitasi pengembangan sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan melalui kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan menyimpulkan sesuai Kurikulum 2013. Hal ini kurang sejalan dengan yang diamanatkan Permendikbud No. 103 Tahun 2014.
     Berdasarkan Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran, proses pembelajaran haruslah terdiri dari lima pengalaman belajar pokok yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasi. LKS yang akan disusun hendaknya dapat mendukung peserta didik untuk belajar dengan memenuhi lima pengalaman belajar pokok tersebut.
     Kedua, LKS yang sudah tersedia belum sesuai dengan karakteristik siswa baik itu lingkungan sosial, geografis, dan budaya. Selain itu, karakteristik siswa yang meliputi tahapan perkembangan siswa, kemampuan awal yang telah dikuasai, minat, dan latar belakang keluarga juga belum diperhatikan. Perbedaan karakteristik siswa ini, akan mempengaruhi perbedaan kebutuhan bahan ajar bagi siswa.
     Ketiga, LKS yang dikembangkan belum memenuhi kualifikasi baik. Hendro Darmodjo dan Jenry Kaligis (1992: 41) menyampaikan bahwa LKS yang baik haruslah memenuhi berbagai persyaratan misalnya syarat didaktik, syarat konstruksi dan syarat teknis.

Gambar 1. Cuplikan LKS yang digunakan oleh siswa
           
            Cuplikan isi LKS pada Gambar 1 diambil dari LKS matematika kelas VI yang digunakan di sekolah. Jika kita amati, materi di atas disampaikan dengan sangat singkat, kalimat yang digunakan tidak mengkonstruksi pemahaman siswa secara benar mengenai perbandingan. Rumusan kalimat yang digunakan ada yang kurang komunikatif dan kurang efektif.  Hal ini tentunya belum memenuhi syarat konstruksi dan syarat teknis sehingga dapat dikategorikan bahwa LKS yang dikembangkan belum baik.
            Melihat berbagai realitas di atas, kiranya sangat perlu dikembangkan LKS yang mampu memenuhi semua kebutuhan. Salah satu acuan yang dapat digunakan dalam pengembangan LKS adalah Dale’s Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale). Dale (1946: 39) melakukan klasifikasi pengalaman menurut tingkatan dari yang paling kongkrit ke yang paling abstrak seperti yang tercantum dalam Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Dale’s Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale)
            Berdasarkan kerucut pengalaman Dale di atas terlihat bahwa pembelajaran
yang paling berpengaruh adalah pembuatan simulasi atau model pengalaman nyata dan melakukan dengan benda nyata. Berdasarkan hal tersebut, dalam penyusunan bahan ajar diharapkan mampu memberikan model pengalaman nyata untuk dapat memberikan pengaruh secara maksimal. Berdasarkan hal inilah penulis tertarik untuk mengembangkan bahan ajar berbentuk LKS yang mendasarkan pada kehidupan realistik. Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan realistik dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dari sekian banyak pendekatan yang dilakukan. Kuiper dan Knuver menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan realistik, sekurang-kurangnya dapat membuat:
1.     Matematika lebih menarik, relevan, dan bermakna, tidak terlalu formal dan
2.     tidak terlalu abstrak;
3.     Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa;
4.     Menekankan belajar matematika pada “learning by doing”;
5.     Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika dengan tanpa
6.     menggunakan penyelesaian algoritma yang baku; dan
7.     Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika. (Erman Suherman, dkk., 2003: 143).
            Pendidikan Matematika Realistik (PMR) merupakan salah satu pendekatan
dalam pembelajaran matematika. PMR dikembangkan oleh Hans Freudental sejak tahun 1971 di Belanda yang dikenal dengan Realistic Mathematics Education (RME). PMR dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang menggunakan situasi yang mengandung permasalahan realistik, yaitu permasalahan yang dapat dibayangkan oleh siswa sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika (Ariyadi Wijaya, 2012: 21).
       Konsep PMR dapat dikaitkan dengan kenyataan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang realistik tidak hanya berarti masalah yang konkret yang diamati oleh siswa tetapi juga masalah-masalah yang mudah dibayangkan oleh siswa. Pembelajaran dengan PMR pada dasarnya merupakan pemanfaatan realita (hal-hal nyata) dan lingkungan yang telah dipahami untuk memperlancar pembelajaran matematika.
            Berdasarkan uraian tersebut, peneliti memandang perlu dikembangkannya
     LKS yang disusun dengan menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Dalam hal ini, materi yang dikembangkan difokuskan pada materi ”Perbandingan” karena LKS dengan menggunakan pendekatan PMR yang bersesuaian dengan Kurikulum 2013 pada materi tersebut belum dikembangkan di SD kelas VI. Dengan LKS yang dihasilkan dalam penelitian ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran untuk siswa SD kelas VI pada materi perbandingan. Pembelajaran dapat berlangsung lebih baik dan tujuan yang telah ditetapkan dalam Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dapat tercapai.
B.    Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan masalah
sebagai berikut.
1.     Bahan ajar berupa LKS yang digunakan saat ini belum sesuai dengan tuntutan kebutuhan Kurikulum 2013, karakteristik siswa, dan belum memenuhi kualifikasi baik karena tidak memenuhi syarat konstruksi dan syarat teknis.
C.    Pembatasan Masalah
       Karena keterbatasan kemampuan penulis, waktu penelitian, dan biaya penelitian, maka penelitian ini dibatasi pada pengembangan bahan ajar berupa LKS pada pembelajaran matematika materi perbandingan menggunakan pendekatan PMR bagi siswa SD kelas VI sesuai Kurikulum 2013 di SD Negeri 1 Kasihan.
D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1.     Bagaimana pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) pada materi perbandingan menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) bagi siswa SD kelas VI sesuai Kurikulum 2013?
E.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.     Mengetahui kualitas LKS pada materi perbandingan menggunakan pendekatan PMR bagi siswa SD kelas VI sesuai Kurikulum 2013 ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Deskripsi Teori
1.     Pembelajaran Matematika
   Belajar merupakan bagian penting dari kehidupan individu. Proses berkembangnya pengetahuan yang terjadi pada seseorang sebagian besar terjadi karena proses belajar. Banyak definisi belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Fontana (Erman Suherman, dkk., 2003: 8) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relative tetap. Perubahan tingkah laku tersebut dapat diamati dan berlaku dalam waktu yang relatif lama. Perubahan tingkah laku tersebut disertai dengan usaha individu sehingga dari yang sebelumnya tidak mampu menjadi mampu.
   Menurut Benny A. Pribadi (2009: 6) belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar memiliki kompetensi berupa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Belajar juga dapat dipandang sebagai sebuah proses elaborasi dalam upaya pencarian makna yang dilakukan oleh individu. Proses belajar pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan atau kompetensi personal. Dengan demikian, belajar membuat seorang individu mengalami perubahan sikap, pengetahuan, maupun keterampilan. Sementara menurut Heinich (Benny A. Pribadi, 2009: 6), belajar merupakan sebuah proses pengembangan pengetahuan baru, keterampilan, dan sikap individu yang terjadi melalui sumber sumber belajar.
   Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan sebuah proses yang mengarah pada pengembangan sikap, pengetahuan baru, maupun keterampilan melalui berbagai sumber belajar dan berlaku dalam waktu yang relatif lama. Pembelajaran memiliki kaitan yang erat dengan belajar. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran, pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan potensi dan pembangunan karakter setiap peserta didik sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga dan masyarakat. Proses tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia.
   Pembelajaran dapat pula diartikan sebagai suatu rekayasa sosiopsikologis untuk memelihara kegiatan belajar sehingga individu dapat belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup sebagai anggota masyarakat yang baik (Erman Suherman, dkk., 2003: 9).      
   Menurut Gagne (Benny A. Pribadi, 2009: 9) pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang sengaja dilakukan dengan maksud untuk         memudahkan terjadinya proses belajar.   Berdasarkan definisi-definisi pembelajaran di atas dapat disimpulkan   bahwa pembelajaran adalah suatu rekaya sosio-psikologis yaitu rancangan kegiatan yang melibatkan kondisi sosial dan mental peserta didik yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, maupun keterampilan. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah matematika. Rusffendi (Erman Suherman, dkk., 2003: 18) menyatakan bahwa matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Menurut Herman Hudojo (2005: 35) matematika tidak hanya berhubungan dengan bilanganbilangan serta operasi-operasinya, melainkan juga unsur ruang sebagai sasarannya.
    Begle (Herman Hudojo, 2005: 36) menyatakan bahwa sasaran atau objek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa matematika berhubungan dengan gagasan berstruktur yang hubungan-hubungannya diatur secara logis. Berdasarkan pengertian-pengertian matematika tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika adalah hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran yang berkaitan dengan fakta, operasi, dan prinsip.       Berdasarkan pengertian belajar, pembelajaran, dan matematika, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu rekaya sosiopsikologis yaitu rancangan kegiatan yang melibatkan kondisi sosial dan mental peserta didik yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan pemikiran mereka tentang ide, proses, dan penalaran yang berkaitan dengan fakta, operasi, dan prinsip. Dalam lampiran Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum SD dijelaskan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik mendapatkan beberapa hal sebagai berikut.
a.      Memahami konsep matematika, merupakan kompetensi dalam menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan menggunakan konsep maupun algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. Termasuk dalam kecakapan ini adalah melakukan algoritma atau prosedur, yaitu kompetensi yang ditunjukkan saat bekerja dan menerapkan konsep-konsep matematika seperti melakukan operasi hitung, melakukan operasi aljabar, melakukan manipulasi aljabar, dan keterampilan melakukan pengukuran dan melukis/ menggambarkan /merepresentasikan konsep keruangan.
b.     Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah, dan mampu membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data yang ada.
c.      Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika baik dalam penyederhanaan, maupun menganalisa komponen yang ada dalam pemecahan masalah dalam konteks matematika maupun di luar matematika (kehidupan nyata, ilmu, dan teknologi) yang meliputi kemampuan memahami masalah, membangun model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh termasuk dalam rangka memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (dunia nyata).
d.     Mengkomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun bukti matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e.      Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
f.      Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas, konsisten, menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang lain, santun, demokrasi, ulet, tangguh, kreatif, menghargai kesemestaan (konteks, lingkungan), kerjasama, adil, jujur, teliti, cermat, bersikap luwes dan terbuka, memiliki kemauan berbagi rasa dengan orang lain.
g.     Melakukan kegiatan–kegiatan motorik yang menggunakan pengetahuan matematika.
h.     Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil teknologi untuk melakukan kegiatan-kegiatan matematika. Kecakapan atau kemampuan-kemampuan tersebut saling terkait erat, yang satu memperkuat sekaligus membutuhkan yang lain. Sekalipun tidak dikemukakan secara eksplisit, kemampuan berkomunikasi muncul dan diperlukan di berbagai kecakapan, misalnya untuk menjelaskan gagasan pada Pemahaman Konseptual, menyajikan rumusan dan penyelesaian masalah, atau mengemukakan argumen pada penalaran.
Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran matematika tersebut proses
pembelajaran dirancang dengan berpusat pada siswa. Hal ini untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar (Permendikbud No. 58 tahun 2014). Oleh karena itu perlu diketahui karakteristik siswa SD.
   Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget. Siswa SD kelas VI dapat dikategorikan sebagai remaja. Menurut Piaget, mereka berada pada tahap operasi formal. Pada tahap ini remaja mengalami transisi dari penggunaan operasi konkret ke penerapan operasi formal dalam berpikir. Kemampuan berpikir abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan dalam tahap operasi formal. Dalam teori perkembangan kognitif Piaget masa remaja adalah tahap peralihan dari penggunaan operasi konkret ke penerapan operasi formal dalam penalaran. Remaja mulai menyadari keterbatasan pemikiran mereka. Mereka bergumul dengan konsep-konsep yang dihilangkan dari pengalaman mereka sendiri (Slavin, 2008: 113).

2.     Pengembangan Bahan Ajar
a.      Bahan Ajar
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis (Abdul Majid, 2012: 173). Lebih lanjut Abdul Majid (2012: 173) menyampaikan bahwa bahan ajar paling tidak mencakup antara lain:
1)       Petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru);
2)       Kompetensi yang akan dicapai;
3)       Informasi pendukung;
4)       Latihan-latihan;
5)       Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK); dan
6)       Evaluasi.
Menurut Azhar Arsyad (2011: 87-90), ada enam elemen bahan ajar yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar, yaitu:
1)     Konsistensi
a)     Konsisten format dari halaman ke halaman.
b)     Konsisten dalam jarak spasi. Jarak antara judul dan baris disusun secara rapi.
2)     Format
a)     Wajah kolom penulisan disesuaikan, membedakan antara paragraf yang panjang dan paragraf pendek.
b)     Isi yang berbeda dipisah dan dilabel secara visual.
c)     Taktik dan strategi pembelajaran yang berbeda dipisahkan.
3)     Organisasi
a)     Upayakan untuk selalu menginformasikan peserta didik tentang bab atau bagian-bagian dalam teks.
b)     Susun suatu materi dengan rapih sehingga informasi mudah diperoleh.
c)     Kotak-kotak dapat digunakan untuk memisahkan teks.
4)      Daya tarik
Perkenalkan setiap bab atau bagian dengan cara yang berbeda dan menarik agar memotivasi peserta didik untuk belajar lebih lanjut.
5)     Ukuran huruf
Pilih ukuran huruf yang sesuai dengan peserta didik, isi pesan, dan lingkungan. Ukuran huruf yang baik dalam buku teks adalah 12 point. Hindari penggunaan huruf kapital dalam suatu teks karena akan mempersulit pembacaan.
6)     Ruang (spasi) kosong
a)     Gunakan spasi kosong tak berisi teks atau gambar untuk menambah kontras. Hal ini penting guna memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk beristirahat pada titik tertentu. Ruang kosong dapat berupa ruang sekitar judul, batas tepi (margin), spasi antar kolom, permulaan paragraf yang diindentasi, dan penyesuaian spasi antarbaris atau antarparagraf.
b)     Sesuaikan spasi antarbaris untuk meningkatkan tampilan serta tingkat keterbacaan.
c)     Tambahkan spasi antarparagraf untuk meningkatkan keterbacaan.
       Hal tersebut di atas perlu diperhatikan guna menghasilkan bahan ajar yang baik sesuai dengan yang diharapkan. Lebih lanjut Azhar Arsyad (2011: 91) menyampaikan bahwa bahan ajar haruslah menarik sehingga dapat menarik perhatian siswa dalam belajar. Beberapa cara yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan variasi huruf, warna, dan kotak.

b.     Lembar Kegiatan Siswa
     Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. Lembar Kegiatan Siswa dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau demonstrasi. LKS memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh (Trianto, 2009: 222).
Tujuan penyusunan LKS menurut Depdiknas (2008: 36) adalah sebagai berikut.
1)     LKS membantu peserta didik dalam menemukan suatu konsep.
Berdasarkan prinsip konstruktivisme pembelajaran, peserta didik akan belajar dengan membangun pengetahuannya sendiri. LKS akan memuat apa yang harus dilakukan peserta didik yaitu mengamati, mengorganisasi, dan menganalisis.
2)     LKS membantu peserta didik menerapkan konsep yang telah Ditemukan
Setelah peserta didik menemukan konsep dari materi yang dipelajari, peserta didik akan ditunjukkan contoh dalam penerapannya melalui soal yang disediakan.



3)     LKS berfungsi sebagai penuntun belajar.
LKS merupakan bahan ajar yang digunakan sebagai pendukung pembelajaran selain buku pokok. Dengan demikian, peserta didik disarankan membaca buku lain agar dapat mengerjakan LKS dengan baik.
4)     LKS berfungsi sebagai penguatan.
Setelah peserta didik mempelajari suatu materi, LKS juga dikemas dengan mengarah pada penerapan materi.
5)     LKS berfungsi sebagai petunjuk kegiatan penemuan.
LKS disusun dengan langkah kerja sehingga nantinya peserta didik dapat menemukan sendiri konsep yang diharapkan dari suatu pembelajaran.
Dalam menyiapkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS), dapat dilakukan beberapa langkah–langkah sebagai berikut (Depdiknas, 2008: 23).
1)     Analisis kurikulum.
2)     Menyusun peta kebutuhan lembar kegiatan siswa (LKS).
3)     Menentukan judul lembar kegiatan siswa (LKS).
4)     Penulisan lembar kegiatan siswa (LKS).
Selanjutnya dalam Depdiknas (2008: 23) dijelaskan langkahlangkah penulisan LKS adalah sebagai berikut.
1)     Perumusan KD dari standar isi.
2)     Menentukan bentuk penilaian.
3)     Penyusunan materi.
4)     Struktur lembar kegiatan siswa (LKS).
Beberapa hal yang menjadi bagian dari struktur LKS adalah sebagai berikut (Depdiknas 2008: 23-24).
1)     Judul.
2)     Petunjuk belajar (petunjuk siswa).
3)     Kompetensi yang akan dicapai.
4)     Informasi pendukung.
5)     Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja.
6)     Penilaian.

c.      Kualitas Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa
       Nieveen (1999: 126-127) menyampaikan bahwa kualitas bahan ajar yang dikembangkan haruslah memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif. Valid berarti shahih atau sesuai dengan cara atau ketentuan yang seharusnya. Aspek kevalidan menurut Nieveen merujuk pada dua hal, yaitu apakah bahan ajar tersebut dikembangkan sesuai teoritiknya serta terdapat konsistensi internal pada setiap komponennya. Aspek yang kedua adalah praktis. Praktis dapat diartikan bahwa bahan ajar sesuai dengan praktik dan dapat memberikan kemudahan penggunaan.             Aspek kepraktisan menurut Nieveen juga merujuk pada dua hal, yaitu apakah praktisi atau ahli dapat menyatakan bahwa bahan ajar yang dikembangkan dapat diterapkan dan apakah bahan ajar tersebut benar-benar dapat diterapkan dilapangan. Efektif berarti membawa pengaruh atau hasil sesuai dengan tujuan. Adapun aspek keefektifan juga dikaitkan dengan dua hal, yaitu praktisi atau ahli menyatakan bahan ajar tersebut efektif berdasarkan pengalaman menggunakan bahan ajar tersebut serta secara nyata bahan ajar tersebut memberikan hasil yang sesuai dengan harapan.

3.     Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
     Salah satu pembelajaran matematika yang akhir-akhir ini sedang marak dibicarakan orang adalah pembelajaran menggunakan pendekatan realistik. Freudental (Ariyadi Wijaya, 2012: 20) menyatakan bahwa kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari Pendidikan Matematika Realistik. Proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan yang dipelajari bermakna bagi siswa. Suatu pengetahuan akan menjadi bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran dilaksanakan dalam suatu konteks atau pembelajaran menggunakan permasalahan realistik. Suatu masalah realistik tidak harus selalu berupa masalah yang ada di dunia nyata (real world problem) dan bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Suatu masalah disebut realistik jika masalah tersebut dapat dibayangkan (imaginable) atau nyata dalam pikiran siswa.
     Dalam Pendidikan Matematika Realistik, permasalahan realistic digunakan sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika atau disebut juga sebagai sumber untuk pembelajaran (Ariyadi Wijaya, 2012:21). Perhatian pada pengetahuan informal dan pengetahuan awal yang dimiliki siswa menjadi hal yang sangat mendasar dalam mengembangkan permasalahan yang realistik.
       Gravemeijer (1994: 90-91) mengemukakan tiga prinsip dalam PMR sebagai berikut:
a.      Guided reinvention and progressive mathematizing (penemuan terbimbing dan proses matematisasi progresif)
Penemuan terbimbing dan proses matematisasi progresif yakni sebuah ide dimana siswa diberikan kesempatan untuk mengalami proses yang sama yakni proses penemuan matematika. Ketika siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi proses matematisasi. Terdapat dua macam proses matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal dapat dimaknai sebagai proses penalaran dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol matematika. Sedangkan matematisasi vertical adalah proses penalaran yang terjadi di dalam sistem matematika itu sendiri.
b.     Didactical phenomenology (Fenomena didaktis)
Fenomena didakis adalah situasi yang dipilih oleh guru hingga dapat mengorganisasi objek-objek matematika, dimana situasi ini akan membangun gagasan siswa. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana cara siswa dapat menjelaskan cara berpikir dan menganalisis fenomena. Didactical phenomenology, dapat dilihat sebagai sebuah desain pembelajaran heuristik yaitu metode pengajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar dengan menemukan hal secara mandiri dan belajar dari pengalaman mereka sendiri.
c.      Self-developed models (Pengembangan model matematika mandiri)
Model dalam PMR adalah aktivitas dari pemodelan. Siswa memulai dari situasi pada masalah kontekstual dan mengembangkannya sebagai acuan untuk mengatasi masalah dan menemukan cara untuk menyelesaikannya.
            Sementara menurut Erman Suherman, dkk (2003: 147) terdapat lima prinsip             utama dalam “kurikulum” matematika realistik, yaitu:
a.      Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika;
b.     Perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema, dan simbol-simbol;
c.      Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif, artinya siswa memproduksi sendiri dan mengkonstruksi sendiri (yang mungkin berupa algoritma, rule, atau aturan}, sehingga dapat membimbing para siswa dari level matematika informal menuju matematika formal;
d.     Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika; dan
e.      Interwining” (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan atau antar “strand”.
          Menurut Sutarto Hadi (2005: 38), siswa diakui dapat mengembangkan pengetahuan dan pemahaman matematika apabila diberikan kesempatan serta ruang yang cukup untuk mengembangkan pengetahuannya dalam pembelajaran matematika. Siswa dapat merekonstruksi kembali temuantemuan dalam bidang matematika melalui kegiatan dan eksplorasi berbagai permasalahan, baik permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, maupun permasalahan di dalam matematika sendiri. Berkenaan dengan hal tersebut dalam pembelajaran menggunakan pendekatan matematika realistik siswa diharapkan dapat menemukan
konsep-konsep matematika dengan caranya sendiri. Proses penemuan konsep matematika tersebut melalui proses matematisasi, yaitu siswa menggunakan konteks atau situasi nyata dan kemudian siswa mampu mengembangkan pemahamannya ke tingkat yang lebih tinggi.

4.     Tinjauan Kurikulum 2013
     Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat 19 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan pngembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.
     Menurut Permendikbud nomor 103 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran dinyatakan bahwa pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:
a.      Mengamati;
b.     Menanya;
c.      Mengumpulkan informasi;
d.     Mengasosiasi; dan
e.      Mengkomunikasikan.
Kelima pengalaman belajar pokok tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar sebagai berikut.
a.      Mengamati
Kegiatan belajar yang dilakukan adalah membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang dikembangkana adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.


b.     Menanya
Kegiatan belajar yang dilakukan adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Dalam kegiatan ini kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
c.      Mengumpulkan informasi
Kegiatan belajar yang dilakukan saat mengumpulkan informasi adalah melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas, dan wawancara dengan narasumber. Dalam kegiatan belajar ini kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
d.     Mengasosiasi
Kegiatan belajar yang dilakukan adalah mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperien maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan.
Kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan ini adalah sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan .
e.      Mengkomunikasikan
Pada kegiatan belajar yang terakhir ini siswa menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Pada kegiatan ini kompetensi yang diharapkan didapat oleh siswa yaitu sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

5.     LKS dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
            Standar bahan ajar matematika realistik seperti yang tertera dalam makalah yang disajikan pada Quality Assurance Conference di Yogyakarta tahun 2009 yaitu:
a.      Bahan ajar menggunakan permasalahan realistik untuk memotivasi siswa dan membantu siswa dalam memahami konsep matematika.
b.     Bahan ajar mengaitkan berbagai konsep matematika untuk member kesempatan bagi siswa belajar matematika secara utuh, yaitu menyadari bahwa konsep-konsep dalam matematika saling berkaitan.
c.      Bahan ajar memuat materi pengayaan dan remidi untuk mengakomodasi perbedaan cara berpikir siswa.
d.     Bahan ajar memuat petunjuk tentang kegiatan yang memotivasi siswa menjadi lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan strategi.
e.      Bahan ajar memuat petunjuk tentang aktivitas yang mengembangkan interaksi dan kerja sama antar siswa.
            LKS yang akan dikembangkan dalam penelitian ini disusun dengan memperhatikan standar pengembangan dan standar mutu bahan ajar PMR. Butir-butir standar mutu bahan ajar PMR disajikan dalam komponen kelayakan isi yaitu pada aspek kesesuaian dengan pendekatan PMR.


B.    Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai pengembangan bahan ajar yang relevan dengan penelitian adalah.
1.     Penelitian yang dilakukan oleh Nur Hera Utami (2012). Penelitan dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar Matematika Pada Topik Aljabar Dengan Pendekatan PMRI untuk Siswa Kelas VI SD” ini menunjukkan hasil bahwa bahan ajar yang dikembangkan memenuhi kualifikasi baik sesuai ahli materi, ahli media, dan guru matematika.
2.     Penelitian yang dilakukan oleh Siti Kuryati (2012). Penelitian dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar Pada Materi Logika Matematika Dengan Pendekatan PMRI Untuk Siswa Kelas X SMA RSBI” ini berdasarkan pengujian kelayakan bahan ajar oleh ahli materi dan ahli media, diperoleh kesimpulan bahwa bahan ajar yang dikembangkan memenuhi kriteria layak. Sementara dari respon siswa mendapatkan skor 3,66 sehingga bahan ajar yang dikembangkan dapat dikategorikan baik.














BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
       Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Produk yang dihasilkan dari penelitian ini berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS) materi perbandingan dengan menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) bagi siswa SD kelas VI sesuai Kurikulum 2013.

B.    Rancangan Penelitian dan Pengembangan
       Desain pengembangan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ADDIE. Endang Mulyatiningsih (2012: 183) menggambarkan tahapan desain pengembangan ADDIE sebagai berikut.
            Berikut penjelasan dari tahap pengembangan ADDIE yang akan peneliti lakukan.
1.     Analysis (Analisis)
       Tahap analysis merupakan tahap dimana peneliti menganalisis perlunya pengembangan bahan ajar dan menganalisis kelayakan dan syarat-syarat pengembangan. Tahapan analisis yang dilakukan penulis mencakup tiga hal yaitu analisis kebutuhan, analisis kurikulum, dan analisis karakter peserta didik. Secara garis besar tahapan analisis yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut:
a.      Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan dilakukan dengan terlebih dahulu menganalisis keadaan bahan ajar sebagai informasi utama dalam pembelajaran serta ketersediaan bahan ajar yang mendukung terlaksananya suatu pembelajaran. Pada tahap ini akan ditentukan bahan ajar yang perlu dikembangkan untuk membantu peserta didik belajar.
b.     Analisis Kurikulum
Pada analisis kurikulum dilakukan dengan memperhatikan karakteristik kurikulum yang sedang digunakan dalam suatu sekolah. Hal ini dilakukan agar pengembangan yang dilakukan dapat sesuai tuntutan kurikulum yang berlaku. Kemudian peneliti mengkaji KD untuk merumuskan indikator-indikator pencapaian pembelajaran.
c.      Analisis Karakter Peserta Didik
Analisis ini dilakukan untuk melihat sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika. Hal ini dilakukan agar pengembangan yang dilakukan sesuai dengan karakter peserta didik.
2.     Design (Perancangan)
       Tahap kedua dari model ADDIE adalah tahap design atau perancangan. Pada tahap ini mulai dirancang LKS yang akan dikembangkan sesuai hasil analisis yang dilakukan sebelumnya. Selanjutnya, tahap perancangan dilakukan dengan menentukan unsurunsur yang diperlukan dalam LKS seperti penyusunan peta kebutuhan LKS dan kerangka LKS. Peneliti juga mengumpulkan referensi yang akan digunakan dalam mengembangkan materi dalam bahan ajar LKS.
       Pada tahap ini, peneliti juga menyusun instrumen yang akan digunakan untuk menilai LKS yang dikembangkan. Instrumen disusun dengan memperhatikan aspek penilaian LKS yaitu aspek kelayakan isi, kelayakan bahasa, kelayakan penyajian, kelayakan kegrafikaan, dan kesesuaian dengan pendekatan yang digunakan. Instrumen yang disusun berupa lembar penilaian LKS dan angket respon. Selanjutnya instrumen yang sudah disusun akan divalidasi untuk mendapatkan instrumen penilaian yang valid.
3.     Development (Pengembangan)
       Tahap pengembangan merupakan tahap realisasi produk. Pada tahap ini pengembangan LKS dilakukan sesuai dengan rancangan. Setelah itu, LKS tersebut akan divalidasi oleh dosen ahli dan guru. Pada proses validasi, validator menggunakan instrumen yang sudah disusun pada tahap sebelumnya.
       Validasi dilakukan untuk menilai validitas isi dan konstruk. Validator diminta memberikan penilaian terhadap LKS yang dikembangkan berdasarkan butir aspek kelayakan LKS serta memberikan saran dan komentar berkaitan dengan isi LKS yang nantinya akan digunakan sebagai patokan revisi perbaikan dan penyempurnaan LKS. Validasi dilakukan hingga pada akhirnya LKS dinyatakan layak untuk diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Pada tahap ini, peneliti juga melakukan analisis data terhadap hasil penilaian LKS yang didapatkan dari validator. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai kevalidan LKS.
4.     Implementation (Implementasi)
       Tahap keempat adalah implementasi. Implementasi dilakukan secara terbatas pada sekolah yang ditunjuk sebagai tempat penelitian. Guru kelas melakukan pembelajaran dengan bantuan LKS yang sudah dikembangkan. Peneliti bertugas sebagai observer dan mencatat segala sesuatu pada lembar observasi yang dapat digunakan sebagai perbaikan LKS. Setelah proses pembelajaran selesai, peserta didik melakukan tes dengan menggunakan soal yang sudah disediakan. Soal tersebut telah disusun berdasarkan indikator ketercapaian kompetensi untuk melihat tingkat keefektifan penggunaan LKS yang dikembangkan.
       Pada tahap ini, peneliti juga melakukan penyebaran angket respon kepada guru dan peserta didik yang berisi butir-butir pernyataan tentang penggunaan LKS dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data terkait dengan nilai kepraktisan penggunaan LKS. Selain itu, guru dan peserta didik juga diminta memberi komentar sebagai acuan revisi yang kedua sesuai tanggapan guru dan peserta didik. Setelah dilakukan penyebaran angket dan melakukan tes belajar siswa, peneliti melakukan analisis data. Analisis yang pertama adalah analisis berdasarkan hasil angket respon.
       Analisis ini dilakukan untuk mengetahui nilai kepraktisan LKS yang dikembangkan. Selain nilai kepraktisan, pada tahap ini juga dilakukan penilaian terhadap keefektifan LKS. Data keefektifan didapat dari nilai tes hasil belajar peserta didik yaitu dengan menghitung persentase ketuntasan klasikal berdasarkan KKM sekolah.
5.     Evaluation (Evaluasi)
       Pada tahap ini, peneliti melakukan revisi terakhir terhadap LKS yang dikembangkan berdasarkan masukan yang didapat dari angket respon atau catatan lapangan pada lembar observasi. Hal ini bertujuan agar LKS yang dikembangkan benar-benar sesuai dan dapat digunakan oleh sekolah yang lebih luas lagi.

C.    Subjek dan Objek Penelitian
          Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VI SD Negeri 1 Kasihan, Bantul. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah LKS materi 52 perbandingan dengan menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik untuk siswa SD kelas VI.

D.    Jenis Data
          Dalam penelitian ini terdapat empat jenis data yang akan diperoleh oleh peneliti, yaitu sebagai berikut.
1.     Data proses pengembangan LKS. Data proses merupakan data deskriptif yang meliputi semua data sesuai dengan model pengembangan ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation).
2.     Data kevalidan LKS. Data kevalidan didapatkan dari hasil penilaian validator. Data kevalidan yang ditinjau dari aspek kelayakan isi, bahasa, penyajian, kegrafikaan, dan pendekatan.
3.     Data kepraktisan LKS. Data tersebut diperoleh melalui angket respon guru dan peserta didik.
4.     Data keefektifan LKS. Data tersebut didapatkan dari nilai tes hasil belajar peserta didik yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran. LKS dinilai efektif jika persentase ketuntasan klasikal peserta didik memenuhi klasifikasi minimal baik berdasarkan tabel kriteria kecakapan akademik.




















DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. (2012). Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar
            Kompetensi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ariyadi Wijaya. (2012). Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif
            Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Azhar Arsyad. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Benny A. Pribadi. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PT. Dian
            Rakyat.

Dale, E. (1946). Audio-Visual Methods in Teaching. NY: Dryden Press.
Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran dan Standar
            Sarana dan Prasarana. Jakarta: BP. Mitra Usaha Indonesia.

Endang Mulyatiningsih. (2012). Riset Terapan Bidang Pendidikan dan Teknik.
            Yogyakarta: UNY Press.

Erman Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
                                 Bandung: JICA – Universitas Pendidikan (UPI).

Freudental, H. (1991). Revisiting Mathematics Education. Netherlands: Kluwer
            Academic Publishers.

Gravemeijer, K.P.E. (1994). Developing Realistic Mathematics Education.
            Utrecht: CD β Press.

Hendro Darmodjo & Jenry Kaligis (1992). Pendidikan IPA 2. Jakarta: Depdikbud.

Herman Hudojo. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
            Matematika. Malang: UM Press.

Nieveen, N. (1999). Prototyping to Reach Product Quality. London: Kluwer
            Academic Publisher.

Nur Hera Utami. (2012). Pengembangan Bahan Ajar Matematika Pada Topik
            Aljabar Dengan Pendekatan Pmri Untuk Siswa Kelas VII SMP/MTs.
            Yogyakarta: Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 58
            Tahun 2014 Tentang Kurikulum SMP.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103
            Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran.

Slavin, R.E. (2008). Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktek Edisi Kedelapan.
                                 Penerjemah: Marianto Samosir. Jakarta : Indeks.

Siti Kuryati. (2012). Pengembangan Bahan Ajar Pada Materi Logika Matematika
            Dengan Pendekatan PMRI Untuk Siswa Kelas X SMA RSBI. Yogyakarta:
            Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.

Sutarto Hadi. (2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya.
            Banjarmasin: Tulip.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:

                                 Prenada Media Group.